Home / Artikel

Senin, 3 Februari 2025 - 23:59 WIB

NAIK ANGKOT SAJA

koransakti - Penulis

Oleh: DEDI ASIKIN

Koran Sakti.co.id- Masyarakat Transfortasi Indonesia punya usul.
Menarik dan aspiratif bagi publik, tapi pikasebeleun bagi beberapa pejabat.

Bagi mereka para pejabat, usul MTI itu memang usil. Apaan minta supaya para pejabat negara, minimal sekali dalam seminggu, naik angkutan umum.

Wakil ketua Masyarakat Transfortasi Indonesia, Joko Setijowarno mengatakan sarana transportasi umum sekarang sudah memadai. Tingkat ketersediaannya mencapai 89, Dari mulai ojeg, bajay, biakota, KRL, MRT sampai LRT sudah tersedia. Dari perumahan elit berjalan 300 meter sudah bertemu angkutan umum.

Usul yang kedua para pejabat negara tidak menggunakan fatwal, kecuali presiden dan wakil presiden. Atau pejabat lain ketika ada cara resmi.

MTI, bisa jadi terinspirasi oleh kejadian arogansi fatwal mobil RI 36 ketika ditegur publik.
Belakangan diketahui RI 36 itu mobil (pribadi) Rafi Ahmad hanya mencoba mobil alfard baru. Tidak acara resmi utusan presiden bidang pembinaan generasi muda dan pekerja seni itu.

Joko mengatakan patwal pejabat itu selain menimbulkan kemacetan juga membuat pengguna jalan stress.

Baca juga :   KATA UNESCO MINAT BACA MASYARAKAT INDONESIA SANGAT RENDAH 

Padahal mereka para pengguna jalan itu memiliki hak untuk menggunakan jalan dengan aman dan nyaman. Mereka itu pembayar pajak untuk pembuatan Infra struktur jalan.

Berbagai tanggapan muncul.
Rafi Ahmad siap laksanakan. Dia bilang selama ini sering menggunakan angkutan umum, secara diam-diam.

Menteri Infodigi Mutia Hafids akan menggunakan sepeda, salah satu hobinya selama ini.
Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid minta dipastikan ketersediaan sarana angkutan umum. Dia bertanya kalau ada rapat kena macet gimana, nanti dibully.
Menkop Budi Aria , nunut arahan presiden saja. Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengaku sudah berpengalaman naik angkot. Jadi gak usah diajari. Padahal ini bukan soal pengalaman dia (waktu masih miskin) 2 tahun jadi supir angkot. Ini soal sikap mental, soal tenggang rasa.

Hiruk pikuk dan pro kontra usul MTI itu memang berbasis kejenuhan masyarakat di kota besar, terlebih Jakarta yang nyaris setiap hari terjebak macet.
Sebenarnya, soal macet itu terjadi akibat arus urbanisasi.

Sejak lama penduduk desa terutama angkatan mudanya rame rame mencari rezeki di kota.
Mereka tak betah tinggal di desa.
Tidak ada lapangan kerja. Jadi petani tinggal daki, bukan jadi mukti.

Baca juga :   Tutup Rapim Polri, Kapolri Siap Implementasikan Instruksi Presiden Jokowi Soal Pembangunan Nasional

Ada indikasi anak petani tidak mau jadi petani. Ya karena alasan itu.
Sekarang ini menurut data BPS yang tinggal di desa hanya 62% . Dari jumlah itu 45% berumur diatas 50 tahun dan sudah tidak begitu produktif.

Kata Bappenas kalau dibiarkan, pada tahun 2045, struktur kependudukan akan berubah, dikota jadi 62%, didesa hanya tinggal 38%. Dan ini berbahaya, kata Kepala Bappenas waktu itu S. Brojonegoro.

Kiatnya kata (alm) Faizal Basri, pembangunan ekonomi harus dialihkan ke pedesaan. Dengan begitu pada gilirannya urbanisasi bisa berkurang dan kemacetan di kota bisa dikendalikan.

Ingat kata pakar Transfortasi ITB, Prof.Ir. Ofzan bahan bakar yang terbuang percuma karena macet, di Bandung saja Rp.4 milyar sehari.
Dan itu sangat berpengaruh kepada rendahnya pertumbuhan ekonomi.
Jadi dengan kondisi seperti sekarang, jangan mimpi pertumbuhan ekonomi 8%.***

Berita ini 14 kali dibaca

Share :

Baca Juga

Artikel

MEREBUT PAPUA DARI ATAS MEJA SAMPAI MONCONG SENJATA 

Artikel

RIDWAN KAMIL NGEGEL CURUK, KORBAN POLITIK UTAK ATIK

Artikel

Golput Merajalela??! Negeri di Ambang Kehancuran!!!

Artikel

KATA UNESCO MINAT BACA MASYARAKAT INDONESIA SANGAT RENDAH 

Artikel

ANGKATAN 66 DAN LOGIKA PRABOWO 

Artikel

MENGGUGAT MORATORIUM (DOB), DISKRESI YANG KEBABLASAN 

Artikel

KORUPSI SE JAGAT RAYA 

Artikel

DIJUAL KAPLING LANGIT SUDAH ADA HGB….HAHAHA