Oleh :Dedi Asikin
Koran Sakti.co.id- Tulisan saya “Prabowo awas overload” nampaknya mendekati kenyataan.
Salah satu yang sekarang sedang jadi beban adalah kasus Pagar makan lautan.
Sebenarnya tepat apa yang dia ambil. Perintahkan Panglima TNI bongkar itu pagar. Tetapi efek dari kebijakan itu membuat laut diutara kabupaten Tanggerang menjadi bergelombang menjelang pasang.
Dan jendral Agus Subianto (Panglima TNI) pun siap laksanakan.
Terbukti mulai tanggal 19 Januari pasukan TNI AL mulai membongkar itu pagar yang memaku laut lepas.
Panjang pagar bambu itu katanya ada 30,16 km.
Membentang melewati 16 desa di 6 kecamatan (Kroyo, Kemiri, Mauk, Sukadini, Pakuhaji dan Teluknaga).
Tapi menteri Kelautan dan Perikanan menentang pembongkaran itu.
Menteri KKP Wahyu Sakti Trenggono ingin dicari dulu dan diproses hukum pelakunya. Untuk itu KKP sudah menyegel pagar bambu itu.
Ada yang heran jika KKP mengaku belum tahu siapa dibelakang pembuatan pagar laut itu. Dia adalah Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten Eli Susanti.
Menurut dia, pihaknya sudah melaporkan kejadian itu (pemagaran) ketika baru sepanjang 7 km. Kok sekarang sudah 30,16 km belum diketahui juga.
Silakan saja penilaian publik atas kinerja KKP itu.
Dan KKP memang baru akan melakukan penelitian setelah mereka nenyegel pagar makan lautan itu setelah heboh sureboh dimana mana.
Tapi Panglima TNI memerintahkan pembongkaran terus dilakukan kerena perintah langsung dari presiden.
Ternyata Pagar Makan Lautan itu terjadi juga ditempat lain. Katanya ada di Bekasi, Sidoarjo/Surabaya dan Sumenep Madura.
Misterinya, dibuat untuk keperluan apa. Yang pasti seperti yang di Tanggerang mengakibatkan nelayan sulit melaut. Kalaupun mau harus memutar mencari laut tak berpagar. Dan itu beresiko pada biaya produksi. Solar nambah dan waktu tempuh juga nambah. Biasanya siang sudah bisa pulang. Sekarang harus melaut sampai rembang petang.
Belakangan yang jadi sorotan adalah, munculnya informasi bahwa sudah ada sertifikat HGB bahkan ada yang SHM sudah berada ditangan pembuat pagar itu. Jumlahnya ada 263 pcs.
Tentu saja info ini mengundang pertanyaan banyak orang.
Kok laut bisa dibuat sertifikat.
Keruan saja hal itu membuat repot menteri Agraria Tata Ruang (ATR)/ Kepala BPN Nusron Wahid.
Diapun segera bergerak mencari duduk soal kasus yang aneh suraneh itu.
Politisi Golkar itu berjanji akan menyelesaikan masalah itu secara terang benderang. Kalau tidak memenuhi kriteria, sertifikat itu bisa dibatalkan.
Kebetulan kejadiannya belum 5 tahun, jadi bisa dibatalkan tanpa harus melalui Pengadilan.
Nusron memang ibarat “katempuhan buntut meong”.
Dia harus beres beres pagawean batur.
Menurut kurun waktu nya, kasus HGB atau pun sertifikat Hak Milik, keluar ketika Menteri ATR/BPN dijabat Marsekal udara Hadi Cahyanto. AHY juga kecipratan isu tak elok itu.
Ia menjabat ( dari Februari sampe 20 Oktober). Kabarnya ada 234 sertifikat yang keluar pada masa jabatannya.
Tapi anehnya kedua pejabat negara itu, mengaku tidak tahu menahu kejadian itu.
Belakangan, Wisnu Wardhana SH,MH berteriak lantang :
Pemberian sertifikat itu bertentangan dengan putusan MK no.3/PUU-VIII/2010, dan harus dibatalkan.
Kata wartawan yang merangkap pengacara itu, banyak pejabat, termasuk presiden ( Jokowi) malas membaca, sehingga tidak tahu putusan MK ( No.3/PUU-VIII/2010.
Kata Wisnu putusan MK itu mengoreksi UU 27 tahun 2007 tentang pengelolaan perairan pesisir dan pulau-pulau kecil.
MK berpendapat memberikan hak guna bangunan kepada perusahaan Swasta bertentangan dengan pasal 33 ayat 3 UUD1945.
Ayat itu berbunyi seluruh tanah dan air dikuasai negara untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Diatas tanah pesisir dan pulau-pulau kecil ada hak masyarakat ( kecil ) seperti nelayan dan pengolah biota laut, untuk ikut menikmati.
Jika lahan dikuasai korporasi maka hak masyarakat kecil itu terhalang.
Oleh kerena itu MK mengeluarkan putusan melarang pemberian hak pengusahaan perairan pesisir kepada perusahaan Swasta.
Jadi mengacu kepada putusan MK itu , semua sertifikat (HGB atau apapun) yang keluar sejak 2010 tidak legal , dan harus dibatalkan.
Dalam hal ini tentu termasuk yang diberikan kepada Agung Sedayu group yang sedang melalap habis tanah tanah di pesisir kabupaten Tanggerang sebelah Utara.
Tapi tentu saja mereka (para pemegang sertifikat), akan menggugat pemerintah baik perdata maupun pidana.
Nah dari kerumit dan kemelut ini , saya dan teman-teman di grup Diskusi Ngadu Bako, sepakat melihat beban presiden Prabowo semakin overload, semakin berat.
Dalam tubuh kabinet, banyak menteri kurang pas.Kata kurang pas bisa diterjemahkan banyak yang bodoh. Minimal malas membaca.
Mentri ATR/Kepala BPN saling lepas tanggung jawab. Cukup dengan bilang tidak tahu menahu.
Menteri kelautan kok tidak menguasai laut ?
Pengusaha kolam pemancingan ikan kali ? Sela Boys Iskandar.
Menteri Koperasi Budi Ari Setiadi mengaku tidak tahu menahu dan tidak bertanggung jawab atas kasus situs judi online ketika dia menjabat Menkominfo. Menristekdikti demo ASN dilingkungan kementeriannya lantaran dianggap arogan.
Prabowo juga menghadap gelombang massa.
Belum lama ini ada Forum Nasional Untuk Daulat Rakyat.
Mereka mendesak presiden agar mengusut penyimpangan yang dilakukan presiden Joko Widodo selama 10 tahun memimpin negara. Selain itu menuntut pemakzulan Gibran Rakabuming Raka dari jabatan wakil Presiden.
Mampukah Prabowo melawan guru nyantri nya ?
Belum lagi akan muncul Angkatan 66 reborn.
Mereka merencanakan menggelar TRITURA JILID DUA.
Nah tuh, memang makin berat beban presiden Prabowo Subianto.
Awas overload.***