Oleh: DEDI ASIKIN
Koran Sakti.co.id, Taufikurahman Ruki bicara berapi api.
Saya tak tahu di forum apa dia berteriak teriak sampai urat lehernya meringkel ringkel. Seorang teman mengirim video.
Saya putar video itu didepan teman teman di group diskusi Ngadu Bako kemarin. Dia ,TR bilang jangan harap bisa memberantas korupsi sampai ke akar akarnya.
Kami juga tak ngeh, apakah dia sedang mengingatkan presiden Prabowo yang sudah beberapa kali mengumbar nawaitu bersih bersih pemerintahan yang dipimpinnya, temasuk memberantas korupsi sampai ke akar akarnya.
Saya ini mantan ketua KPK (pertama) , teriaknya.
Berapa menteri anggota DPR/DPRD, Gubernur, Bupati dan walikota saya tangkap, dan masuk penjara. Sekarang korupsi bukan hilang atau berkurang, malah makin berkembang. Saya tumbang, Antasari tumbang, Abraham Samad malah dianggap cicak.
Sekarangpun pimpinan dan Dewas KPK baru terbentuk, saya yakin juga tidak akan berhasil.
Dia menyebut salah satu hal yang pernah dialami. Ada kasus korupsi masalah kehutanan/kayu. Kami mengolah kasus itu berbulan bulan. Bahkan penyidiknya sempat terbang belantara Kalimantan. Apa yang terjadi ? Vonisnya hanya 1,5 tahun. Tidak ada efek jera, apalagi fasiltas enak dalam ruang penjara, bisa keluar masuk dengan mudah ditambah remisi dan pembebasan bersyarat.
Kami jadi teringat kekesalan presiden Prabowo atas kasus korupsi timah yang merugikan negara Rp.300 trilyun. Eh vonisnya (Harvey Muis) hanya 6,5 tahun. Tentu hal demikian yang membuat mantan Jendral Polisi (Taufikurrahman Ruki) nesu, padahal masih banyak kasus kasus lain yang terjadi. Intinya hukuman tidak membuat tikus tikus berdasi itu jera.
Ruki menyebut hukuman maksimal nyaris tak pernah digunakan hakim. Padahal dalam keadaan darurat koruptor itu bisa dihukum mati.
Kami (grup diskusi Ngadu Bako) jadi teringat kasus korupsi Edhy Prabowo (menteri kelautan dan perikanan) dan Yuliari (mensos) yang terjadi di masa darurat (Covid 19) tidak dijatuhi hukuman maksimal ( mati).
TR (Taufikurrahman Ruki) bilang ada 2 pemimpin negeri ini yang diharap punya komitmen kebangsaan yang tinggi. Pertama Presiden yang membawahi aparat penegak hukum (polisi, jaksa dan KPK. Kedua Ketua Mahkamah Agung yang membawahi para hakim.
Kalau kedua pejabat ini punya integritas dan komitmen pada penegakan hukum, insaallah upaya pemberantasan korupsi bisa terlihat hasilnya. Selain itu kata Ruki pelayanan publik harus terus diperbaiki. Jangan ada pungli atau perlakuan diskriminatif.
Kalau soal mengingatkan presiden, saya juga sudah pernah menulis dengan judul ” Kejahatan tak bisa hilang kerena hukum keseimbangan”.
Rujukan saya adalah pituah kakak sepupu, ajengan Mastur. Dia memang suka dipanggil ajengan,maklum pesantrennya ada di kampung. Kalau di kota biasanya dipanggil kiyai atau ustadz.
Kang Entur (sekarang sudah marhum) yang mengatakan bahwa kejahatan, inklusif korupsi tidak akan hilang dimanapun dimuka bumi ini.
Itu hukum keseimbangan yang dicipta Allah.
Lalu beliau membacakan surat az Zariyat ayat 49 “Wa Min kulli sya’iin khalaqnaa zaujani la ‘allakum tadzakkaruun”. (Dan semua kami ciptakan berpasangan pasangan, agar kamu mengingat (kebesaran). Allah.
Oleh kerena itu sepanjang kebaikan atau orang baik masih ada maka kejahatan atau orang jahat tidak bisa hilang. Itu pasangan dan keseimbangan yang harus tetap ada. Paling bisa cuma dikurangi. Itu tergantung kepada kinerja malaikat dan setan, mana yang lebih kuat.
Dalam pada itu, baru baru ini ada hal menarik. Tiba tiba presiden Prabowo berseru agar para koruptor bertobat dan mengembalikan uang yang dikorupsinya kepada rakyat.
Tiba tiba saja teman teman saya pada ketawa cengengesan.
Lho kok koruptor disuruh tobat, mana bisa.Disuruh makan tomat kali, sesudah itu kumat lagi, seloroh Boys Iskandar.
Yang terbaik itu, sela Wisnu Wardana SH MH, presiden justru mempercepat keluar (disyahkan) RUU perampasan aset menjadi UU. RUU yang digagas pemerintah itu sudah 3 tahun ngendon di Senayan. Badan Legislasi tak kunjung memasukan RUU ke prolegnas. Tidak juga untuk tahun 2025.
Terkesan enggan enggan engganan para legislator.
Daek daek hanteu hanteu , sela Cecep Juanda.
Kenapa ?
Para anggota DPR itu kayanya, takut ibarat senjata makan tuan.Kalau kata orang sunda mah sieun ” tamiang meulit ka bitis “.
Mereka trauma. Dulu waktu mengesahkan UU KPK , apa yang terjadi ? Ya itu, ibarat senjata makan tuan.
Yang pertama kali jadi tersangka berdasar UU itu anggota Dewan.
Sebenarnya presiden bisa meminta dukungan para ketua partai. Kan hampir semua partai ( partai kursi dan partai jojodog) ngariung di KIM ( Koalisi Indonesia Maju) yang dipimpin presiden sendiri. Sekali sekali macan Asia dan mantan Danjen Kopassus mengaum didepan para ketum partai agar mendukung percepatan disahkannya RUU perampasan aset.
Atau sebenarnya presiden bisa membuat Perppu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang).
Begitu saja repot, cerocos Wisnu
Disuruh tobat mah repot. Nanti kumat lagi kumat lagi.
Ada catatan yang menunjukkan, kerugian negara akibat korupsi dari tahun 2015 sampai 2023 sebesar Rp. 373,88 trilyun, sementara uang yang kembali lewat denda dan uang pengganti hanya Rp.37,7 trilyun.
Senjata yang paling jitu, adalah UU perampasan aset yang sekarang macet di Senayan. ***