Oleh : Dedi Asikin
Koran Sakti.co.id, Tasikmalaya-Nenek moyangku orang pelaut,
Gemar mengarung luas samudera,
Menerjang ombak tiada takut
Diterjang badai sudah biasa.
Bait lagu yang dicipta ibu Sud itu merupakan kebanggaan awak pelaut kita.
Di laut kita jaya, Jalasena Jayamahe.
Laut itu anugerah yang tiada tara.
Di sana terbentang puluhan jenis biota yang bermanfaat untuk kehidupan manusia. Katanya di Indonesia ada sekitar 22 jenis biota yang bermanfaat bagi kehidupan. Selain ikan, ada terumbu karang, ganggang,udang, penyu, kepiting dll.
Di pantai selatan kabupaten Tasikmalaya ada banyak jenis biota laut. Selain ikan yang sudah ditangkap dan diperdagangkan secara turun temurun, sepanjang 53 km garis pantai yang membentang dari Ciheras di kecamatan Cipatujah sampai Kalapagenep di kecamatan Cikalong, juga ada biota laut. Ada penyu, udang dan yang paling nyata adalah garam.
Tapi biota laut itu belum begitu dikembangkan dengan optimal.
Potensi lautan samudra di Tasik Selatan baru terexploitasi sekitar 15 % saja.
3.800 nelayan yang beroperasi di pantai Pamayangsari menurut catatan HNSI ( Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia) kabupaten Tasikmalaya setiap tahun menghasilkan 6.500 ton berbagai jenis ikan, 10 ton udang,15 ton kepiting,8 ton kerang, 5 ton rumput laut dan 5 ton berbagai biota lain.
Sebagian dari produksi itu dikirim lewat pelabuhan Pangandaran ke Cilacap untuk diekspor.
Kendala umum yang dihadapi menurut HNSI tidak/belum dimilikinya kapal yang memadai dengan bobot 18 Dwt. Yang ada banyak berkapasitas 2 Dwt yang hanya mampu melaut sekitar 5 mil.
Yang lucu ada seorang yang memiliki kapal 18 Dwt dan mampu terapung seminggu di tengah laut. Tapi ketika pulang tidak bisa merapat ke pantai kerena tidak ada dermaga yang memadai. Hasil tangkapan mereka ditake over di tengah laut dengan perahu perahu kecil .
Jadi kendala , ada juga pada soal dermaga.
Pantai selatan tasikmalaya juga memiliki potensi wisata yang menarik. Mulai Cipatujah, Sindangkerta, Pamayangsari, dan Karangtrawulan.
Tasela juga memiliki kekayaan tambang yang dikenal dengan nama Pasirbesi.
Pernah ditambang antara tahun 2004 sampai 2013. Tetapi kerena tidak memenuhi aturan, upaya itu tidak membawa manfaat bagi masarakat setempat termasuk pemerintah kabupaten dan provinsi, kecuali bagi pengusaha.
Selama 9 tahun telah dikeruk sekitar 6,1 juta ton dengan nominal Rp.16 trilyun. Tapi Pemkab Tasikmalaya hanya memperoleh retribusi sebesar Rp.700 juta. Konyolnya lagi pemprov Jabar habis Rp.1,3 milyar memperbaiki jalan yang rusak.
Jalan sepanjang 70 km ancur kerena dilewati truk pengangkut pasir dengan muatan 12 ton. Padahal kapasitas jalan hanya 7 ton.
Masyarakat Cipatujah juga menderita kerugian. Ada abrasi di Gandum dan erosi serta kerusakan lingkungan lainnya.
Kerena protes masyarakat, tambang pasir besi yang diekspor ke Cina itu dimoratorium bupati.
Semua itu, hal yang harus dibenahi bupati terpilih, siapapun. ***