Oleh :DEDI ASIKIN
Koran Sakti.co.id- Tentu saja OCCRP tak punya bukti soal korupsi yang dilakukan presiden ke 7 Republik Indonesia, hingga dia dirilis termasuk nominasi 5 besar tokoh paling korup didunia.
Rillis itu cuma berbasis angket, bukan kerja intel intelan jurnalis investigasi OCCRP yang perwakilannya ada di 6 benua.
Itu mah rekapitulasi hasil angket yang mereka tebar ke ruang publik. Jadi itu pilihan publik, kata penerbit OCCRP Drew Ollivan mengklarifikasi silang pendapat publik mengenai itu.
Inga inga , rasa rasanya kasus itu mirip dengan kasus tabloid Monitor (1990) yang menggiring Arswendo Atmowiloto pemrednya masuk penjara (5 tahun).
Waktu itu 1990, katanya Arswendo iseng iseng membuat angket siapa tokoh yang paling disukai pembaca Monitor.
Hasilnya ternyata yang paling disukai adalah Suharto dengan jumlah responden 5.003 orang.
Terus menyusul beberapa tokoh,
Habibie 2975,Soekarno 2.663 , Iwan Fals 2431, Zainudin MZ 1663, Tri Sutrisno 1447, Sadam Husein 847 , Siti Hardiyanti Rukmana 800 , Harmoko 797 sampai no 10 muncul nama Arswendo Atmowiloto 663
Konyolnya dibawah dia (no 11 ) , baru muncul nama Nabi Muhammad dengan jumlah kartu pos 612
Dan alphanya Arswendo, itu hasil angket dimuat pada tabloid Monitor.
Itulah sumber malapetaka. Kaum muslim di Indonesia tersinggung, dan marah tak bisa dicegah. Merekapun menggeruduk kantor redaksi Monitor di jalan Pal Merah Jakarta. Beruntung Arswendo berhasil diselamatkan dan dilindungi polres Jakarta Pusat.
Tapi dia tetap diadili dengan menggunakan pasal 156a KUHP (penistaanan agama) dan diganjar 5 tahun penjara. Lalu lembaganya tabloid Monitor dicabut izin terbitnya alias dibredel.
Lucunya yang menandatangani surat pembredelan adalah Harmoko. Sebagai menteri Penerangan si bung, terpaksa, apa boleh buntet menanda tangani Kepmenpen itu. Padahal Harmoko itu pemegang 30% saham Monitor yang waktu bertiras 800 ribu eksemplar dan mendudukan jabatan sebagai Komisaris Utama. Jadi Harmoko ikut bunuh diri bersama Arswendo, Yacob Utama (Direktur Utama pemegang 40% ) saham atas nama PT Kompas Gramedia pun demikian.
Pertanyaannya sekarang , apakah OCCRP akan bernasib seperti Arswendo dan tabloid Monitor ?. Tentu harus dilihat plus minusnya.
Arswendo (terpaksa) diadili karena kemarahan muslim di negara yang pemeluknya ( waktu itu ) sekitar 90% Islam. Jadi itu bukan murni penegakan hukum atas niat dan kerja Aparat Penegak Hukum.
Padahal Arswendo sudah sujud sujud minta maaf dan mengaku tidak punya niatan untuk menghina Islam.
Sebenarnya banyak orang percaya ucapan Arswendo itu. Yang dia lakukan melulu karena si Wendo memang bego.Tak sadar dia bahwa kemarahan kaum muslim akan begitu membuncah.
Akan halnya OCCRP samakah begonya dengan Wendo ?
Apapun itu, yang terjadi kemudian, OCCRP segera mengklarifikasi reaksi atas rilisnya yang sudah menyebar sejagat raya itu.
Mereka memang bilang itu bukan kesimpulan hasil intel intelan para jurnalis investigasi mereka. Itu cuma rilis hasil jajag pendapat (angket) publik atas tokoh yang paling korup didunia menurut pendapat publik.
Dan itulah yang diperoleh. Kebetulan presiden kita yang ketujuh, masuk radar jajak pendapat itu.
Jadi cekak aosnya, (kesimpulannya), itu bukan kata OCCRP tapi kata publik owner OCCRP.
Bahwa ada yang berpendapat Drew Ollivan (pemimpin OCCRP) sama begonya dengan Arswendo Atmowiloto, syah syah saja.
Dan tanggapan kemarahan publik tentu tidak sebesar yang dihadapi Arswendo tahun 1990 itu.
Yang pasti sudah terdengar adalah dari ketum Jokowi Maniak (Joman) Imanuel Elehbener.
Dia bilang harus dibuktikan apa yang dikorupnya. Itu fitnah sama sekali, katanya sambil menyinggung Jokowi masih dicintai 75% penduduk negeri ini.
Adapula relawan lain. Namanya For Bejo (For Belakang Jokowi). Ketua For Bejo, Sugeng Budiono menyebut, ada kelemahan yang dilakukan OCCRP yang kemudian melemparkan fitnah.
Apakah OCCRP akan senasib Arswendo dan tabloid Monitor ?
Tidak ada indikasi kesana. Mustahil Joman atau For Bejo atau para konglomerat oligarki Jokowi akan rame rame menggeruduk kantor OCCRC di Amsterdam sana ?
Mau pake celana kolor atau sepeda ontel ? Emangnya Jokowi punya tongkat nabi Musa yang bisa membelah laut ?
Soal bukti korupsi Jokowi tak usah repot repot nyebrang lautan ke Amsterdam segala. Di Mahkamah Rakyat yang digelar di kampus UI Depok 16 Juni 2024 lalu, setidaknya ada 9 dosa Jokowi yang digugat rakyat. Antara lain soal pencaplokan lahan rakyat atas nama Proyek Strategi Nasional (PSN) Atau PP 78 tahun 2007 tentang pengadaan lahan untuk pembangunan proyek negara .
Persekusi dan kekerasan terhadap para pengunjuk rasa masyarakat sipil , kriminilisasi dan diskriminasi.
Ingat arti korupsi yang lebih luas, bukan halnya permainan uang dan merugikan negara sebatas yang tertera dalam UU KPK.
Ada beberapa point yang menggambarkan makna korupsi secara lebih luas. Bukan hanya definisi korupsi yang diatur dalam UU pemberantasan korupsi :
Simaklah apa yang saat kutif dibawah ini :
– Political Bribery yaitu korupsi berkaitan dengan penyalah gunakan wewenang ,
– Political fraud yaitu korupsi berkaitan dengan kecurangan dalam pemilu,
– Corruption campaign practice, korupsi dalam kampanye menggunakan fasilitas negara,
– Discretionary Corruption yaitu yang punya kekuasan menetapkan kebijakan yang salah, tidak adil untuk semua pemberi amanah kekuasan.
Memang tidak semua point atau makna korupsi bisa dipahami sebagai tindak pidana.
Yang itu mah makna korupsi segara limited secara sempit. Itu sudah tercantum dalam UU tentang pemberantasan korupsi.
Difinisi lain tentang korupsi secara luas :
– Pelanggaran atau penyimpangan terhadap kepercayaan publik,
– Penyalahgunaan jabatan/wewenang,
– Pembohongan informasi,
– Perilaku yang berdampak buruk terhadap keadilan dan kenetralan pelayanan publik.
Sejatinya seorang presiden sebagai pemimpin tertinggi bertanggung jawab atas semua kesalahan atau kelalaian semua pembantu dalam penyelengaraan negara. Jika ada Menteri , ASN , Polri dan TNI yang korupsi atau ada pejabat bawahan yang bego, presiden yang bertanggung jawab, kerena dia yang mengangkat mereka. Tapi sebatas itu , tentu bukan perbuatan pidana, tetapi sesuatu yang harus dipertanggung jawabkan kepada rakyat pemberi daulat.
Jangan salahkan OCCRP, Mereka itu serupa tak sama dengan Arswendo Atmowiloto dan tabloid Monitor.
Arswendo dihukum kerena APH dikepung dan dirundung. ***