Oleh : Dedi Asikin (Wartawan Senior)
Koran Sakti.co.id, Bandung- Dr. Soetomo (pendiri Boedi Oetomo) menyebut bahwa pesantren itu merupakan konservatorium patriotisme.
Banyak malah sangat banyak peperangan melawan penjajah yang didukung komunitas pondok pesantren.
Bahkan beberapa justru pesantren menjadi pelopor pergerakan dan peperangan.
Setidaknya ada 4 peperangan besar yang melibatkan santri.
Perlawanan santri di Suniba ( 1820-1828).
Perang Diponegoro (1825-1830)
Perang Barat laut Jawa (1840-1880),
Perang Aceh (1873-1903).
Perang Diponegoro adalah perang paling dahsyat. Seluruh santri dan komunitas pondok Tegalrejo dibawah kiyai Maja terlibat dalam perang yang juga disebut perang Jawa itu.
Ada 200 ribu masyarakat Jawa yang tewas. Pihak Belanda kehilangan 8000 pasukan mancung dan 7000 tentara berhidung pesek.
Perang inipun telah menyedot dana paling besar 20 juta gulden.Belanda uring uringan pasca perang terdahsyat itu.
Perang lain yang juga fenomenal adalah perang Sukamanah Singaparna Tasikmalaya.
Ratusan santri tewas, 23 orang dibawa ke Jakarta bersama pemimpin pondok KH Zaenal Musthofa dan dibunuh tentara Jepang di Tanjung Priuk tahun 1944.
Perang itu dipicu kerena Jepang mengharuskan kiyai dan para santri melakukan gerakan Siekerey yaitu menyembah dewa matahari. Hal yang dianggap musyrik menurut syar’i Islam.
Bukti lain keterlibatan santri dan pondok pesantren dalam perjuangan kemerdekaan, adalah perang melawan tentara sekutu di Surabaya antara Oktober sampai puncaknya 10 Nopember 1945.
Tentara sekutu ( diwakili Inggeris) sebagai pemenang perang pasifik (PD II), masuk ke Indonesia dengan maksud melucuti tentara Jepang, pecundang perang.
Resolusi Jihad 22 Oktober 1945 yang dikeluarkan KH Hasyim Asyari telah melecut gelora tempur laskar santri. Mereka berdatangan dari berbagai pondok di Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Dari Jawa Barat ada dua pasukan laskar santri yang berangkat ke Surabaya. Dari Babakan Cuwaringn dipimpin Kiyai Amin Sepuh dan dari Buntet dipimpin Kiyai Abas Jamil. Mereka berangkat ke sana dengan naik kereta api.
Mengacu pada momen resolusi jihad 22 Oktober itulah presiden Jokowi melalui Keppres 22 tahun 2015 menetapkan 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional.
Jumlah santri pada 2024 sesuai data di Kemenag ada 4,9.
Mereka kini tidak berjuang dengan senjata ( bambu runcing), tapi dengan otak dan hati.
Jumlah pondok pesantren juga meningkat pesat.
Hanya dalam waktu 5 tahun setelah ada UU Pondok Pesantren (No 18 tahun 2019), bertambah 12.000 ( dari 29 ribu menjadi 41.000). Kini ponteren menjadi lembaga pendidikan terpilih oleh masyarakat.
Selamat Hari Santri Nasional 22 Oktober.