Oleh : DEDI ASIKIN
Koran Sakti.co.id- Namanya Pilkada (pemilihan kepala daerah) serentak.
Artinya bareng bareng dan seketika. Dalam satu hari yang dinyatakan sebagai hari libur nasional.
Terkesan grasa grusu. Karenanya, jangan nyesel, jika hasilnya kurang optimal. Tidak memenuhi harapan secara maksimal.
Padahal dalam hajat serentak itu kita memilih pemimpin. Orang yang akan menentukan dan membawa rakyat ke tujuan berbangsa dan bernegara, masyarakat yang makmur dalam keadilan dan adil dalam kemakmuran.
Kerena itu, dulpeunnya, kita harus mendapatkan pemimpin yang baik (good) , lebih baik ( better) , bahkan terbaik (best).
Ada beberapa pendapat tentang pemimpin dan kepemimpinan itu.
Pertama, secara genetik pemimpin itu dilahirkan.
Tidak semua orang bisa melakukan. Kepemimpinan itu lebih bernuansa sebagai seni. Tidak semua orang memiliki kapasitas itu.
Pendapat kedua yang disebut teori sosial menyebut bahwa pemimpin itu bisa dijadikan, bisa dididik , atau dilatih, supaya tahu apa yang harus dilakukan.
Tapi ada pendapat ekologis yang lebih moderat dan rasional, yaitu dilahirkan dan dijadikan. Setelah memiliki kemampuan dasar, lalu dididik atau mendidik diri tentang apa apa yang harus dilakukan seorang pemimpin.
Dan pendapat itu mungkin lebih baik dan lebih melengkapi.
Dalam Islam, agama mayoritas (87%) negeri ini, ada syarat syarat ada moral bagi seorang pemimpin. :
– Siddiq (jujur), apa adanya, transparan dan akuntabel
– Amanah (terpercaya) dapat dipercaya. Dia hanya melakukan apa yang mesti dilakukan sesuai aturan atau perintah jabatan,
– Tableg , menyampaikan , komunikatif dan negosiasi,
– Fatonah, memiliki kemampuan, berkapasitas untuk jadi pemimpin.
Secara umum, harapan rakyat kepada pemimpin yang terpilih, selain syarat islami itu, antara lain:
Cerdas dan pandai dengan prestasi akademik yang tinggi, Kharismatik, bijak, komunikatif, mampu mengorganisir, teladan, pekerja keras, waspada, mampu bicara (verbal capacity), tenang (emosional stability) dan tentu saja tidak bermental korup.
Dalam kenyataannya, dalam memilih pemimpin ( sejak legislatif, presiden sampai pilkada),rakyat difait a comply.
Disudutkan pada pilihan. (figur) yang sudah disetel/direka oleh partai politik.
Rakyat terpaksa bagai membeli kucing di ruang kaca. Tidak ada pilihan lain. Yang mereka temui di ruang coblos, wajah wajah yang begitu adanya. Apa boleh buntet.
Karenanya hasilnya bisa jadi tidak memenuhi harapan semua orang. Dan memang demikian adanya. Beberapa kali saya menyebut, pemimpin itu telor bebek yang lonjong, tidak bulat seperti bola pingpong.
Pemilih nyaris tidak bisa lagi mempertimbangkan, siddiq, amanah, tabligh dan fatonah atau sifat sifat kepemimpinan lainnya.
Inilah warna demokrasi.
Kedaulatan rakyat itu semu. Abu abu, bukan hitam putih.
Hanya mainan politik belaka.
Kedaulatan itu sesungguhnya , adalah milik penguasa yang bermain mata, ternyata.
Tetapi anyhow, bagaimanapun, kita sudah memilih. Apa boleh buat , kita ahlan wa sahlan saja. Selamat datang para pemimpin.
Kami hibahkan kedaulatan kami kepada kalian. Semoga barokah bagi seisi negeri. ***