Oleh :DEDI ASIKIN
Koran Sakti.co.id- Sejatinya Ridwan Kamil itu bukan orang politik.
Dia itu seorang profesional (arsitek) dan dosen.
Setelah kuliah di ITB (1991-1995) pria kelahiran Bandung 4 Oktober 1971 itu, meneruskan S2 di Berkeley University Kalifornia (1999-2001). Sempat bekerja di beberapa firma di negeri Uncle Syam, lalu pulang ke Indonesia (2002) dan menjadi dosen mata kuliah Teknik Arsitek di ITB.
Lalu tahun 2013 tiba tiba dia muncul di bursa calon wali kota Bandung.
Tanpa masuk jadi anggota partai dia didukung Gerindra, berpasangan dengan Oded Muhammad Danial (alm) yang diasongkan PKS.
Mereka menang dan dilantik menjadi pasangan walikota dan wakil tanggal 16 September 2013.
Belum genap 5 tahun, kang Emil , begitu biasa dipanggil orang, meninggalkan Oded dan nyagub Jawa Barat. Kali ini RK, itu panggilan singkatan namanya, diusung partai Nasdem.
Pendampingnya adalah Uu Nuzulum Ulum , kader PPP.
8 Sepetember 2023 Emil (dan Uu) menyerahkan jabatan kepada Pj Gubernur Bey Mahmudin.
Tahun 2023 , rupanya dia baru sadar bahwa seorang politisi harus jadi anggota partai.
Jangan dompleng mobil orang terus terusan.
Setelah cukup lama menimbang nimbang akhirnya dia masuk partai Golkar.
Tapi ternyata punya partai, tak semudah yang dibayangkan.
Dia tidak bisa nyalon di lembur sorangan (Jawa Barat).
Padahal dalam hitung hitungan kasar, insyaallah dia menang. Fitrahnya selama 5 tahun di Gedung Sate (pusat pemerintahan Jawa Barat), dia banyak menorehkan prestasi. Selama 5 tahun itu Jawa Barat memperoleh 555 penghargaan, dari dalam dan luar negeri.
Tapi Golkar memaksanya nyalon di Jakarta.
Soalnya Golkar yang sudah masuk Koalisi Indonesia Maju (KIM) bersama Gerindra, PAN dan Demokrat, tidak dapat menolak politik utak atik.
Prabowo Subianto dan Gerindra sebagai pemimpin Koalisi ingin Jawa Barat jatuh kapada Dedi Mulyadi, kader anyar Gerindra yang baru loncat dari Golkar. Kerena itu PS meminta agar Golkar mencalonkan RK di Jakarta.
Apa boleh buat, sebagai kader, RK harus taat azas , mengikuti perintah partai.
Di Jakarta RK dipasangkan dengan Susmono kader PKS yang baru masuk ke KIM sehingga KIM berubah nama menjadi KIM PLUS.
Disitu ngumpul semua partai. Mulai yang punya kursi sampai yang hanya punya jojodog, bahkan yang emok aneprok kaya Bank Emok. Selain partai awal,Golkar, Gerindra, PBB, Gelora, Prima, Garuda, PKPI dan PSI kemudian masuk bekas musuh yang serah bonkokan , PKB, Nasdem dan PKS.
Buat PKS, ada olok olok Sadikin dari grup diskusi Ngadu Bako. Kata dia PKS itu sudah tak tahan diluar ( pemerintahan) terus . Kata Sadikin, diluar itu banyak reungit ( nyamuk) kalau didalam banyak ringgit (duit).
Semua anggota KIM berjanji akan gaspol memenangkan Ridwan Kamil dan Susmono (Rido).
Sudut pandang atau prinsip politik Prabowo itu , bertagar “lawan seorang kawan sembilan”.
Yang terjadi malah kawan sebelas lawan seorang ,
Yang jadi lawan hanya PDIP yang mengusung Pramono Anung dan si Dul Rano Karno, plus satu pasangan independen Dharma Parengkun dan Kun Wardana Abyoto.
Tapi apa yang terjadi ?
Tragis dan diluar nalar. Pasukan 11 batalyon (KIM PLUS) ternyata keok oleh pasangan Pramdul.
Ada pendapat kemenangan banteng ketaton itu berkat limpahan suara anak abah (pendukung Anies Baswedan) dan Ahoker (pendukung Basuki Tjahja Purnama alias Ahok).
Tadinya tim Rido , akan menggugat keputusan KPU ke MK (Mahkamah Konstitusi). Tapi belakangan katanya, itu dibatalkan. Ada informasi, pembatalan itu atas perintah PS.
Lalu sejumlah pengamat berpendapat , ada kepentingan politik PS , tidak mau prontal berhadapan dengan Megawati/PDIP.
Pada akhirnya akibat politik utak atik , yang kasihan ya RK.
Dia terpaksa balik bandung, sambil ngegel curuk ( gigit jari).
Paling paling jadi pengacara, pengangguran banyak acara,kaya saya celetuk Boys Iskandar di group diskusi Ngadu Bako.***