Penulis: Rahman Maulana – Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Airlangga (FH Unair)
KoranSakti.co.id, Jakarta – Seringkali dikatakan bahwa bermimpi adalah suatu hal yang mudah. Tentu tidak salah. Bermimpi tidak membutuhkan modal yang besar untuk hanya menulis di secarik kertas apa yang kita inginkan. Atau tempat yang ingin kita tuju, tak peduli seberapa besar ataupun kecil.
Namun sering juga dikatakan bahwa bermimpi merupakan hal yang sulit. Tentu juga tidak salah. Bermimpi membutuhkan keberanian karena saat kita memimpikan sesuatu yang besar. Banyak cacian yang datang, banyak ucapan yang meremehkan dan tentu banyak pula yang ingin menjatuhkan.
Manusia tidak dapat hidup tanpa mimpi. Narapidana yang mendekam di dalam dinginnya jeruji besi tentu memimpikan saat saat mereka dibebaskan. Bagi seorang pengusaha, mimpi untuk ekspansi adalah suatu hal yang membuat mereka tetap berusaha. Sehingga dapat dikatakan bahwa bukan hanya manusia yang menjaga mimpinya, melainkan mimpi juga menjaga manusia untuk tetap hidup.
Bahkan jauh setelah kita mati pun, mimpi-mimpi kita akan selamanya hidup. Namun hanya dua pilihan, akankah mimpi tersebut menjadi kenyataan atau hanya sebuah penyesalan.
Bermimpi adalah seni. Kita membutuhkan keahlian untuk mengenal diri kita, keinginan kita, dan keadaan apa yang kita inginkan dalam beberapa tahun kedepan. Bak melukiskan warna pada kanvas, Bermimpi membutuhkan kreativitas, karena tidak untuk hanya sekedar berangan-angan, kita harus menggambarkan jalan yang akan kita tempuh di masa depan.
Dikarenakan tidak ada yang tahu pasti bagaimana masa depan akan terjadi. Maka kita harus bisa membayangkan dan menggambarkan sesuatu yang belum ada.
Seorang pemusik yang memimpikan karyanya dikenal secara global, tentu tidak akan terjadi apabila hanya membayangkan. Bahwa suatu saat nanti dia akan menjadi pemusik yang sukses. Pemusik tersebut juga harus menuliskan apa saja yang akan dilakukan untuk menggapai mimpinya, dan yang paling penting adalah berusaha melakukan yang terbaik.
Mimpi haruslah besar. Satu-satunya penyesalan bagi orang yang sudah menggapai mimpinya adalah harusnya mereka memimpikan suatu hal yang lebih besar. Namun bermimpi besar membutuhkan suatu keberanian karena kita tidak selalu hidup pada lingkungan yang mendukung apapun yang kita rencanakan.
Ada sebuah analogi yang dicetuskan oleh salah satu komedian asal amerika, Steve Harvey. Steve menyebutkan bahwa, seekor kutu dapat melompat setinggi atau sejauh satu meter (atau lebih) dan hal tersebut adalah fakta. Apabila kita memasukkan beberapa kutu kedalam toples kecil kemudian ditutup. Kutu tersebut hanya dapat melompat setinggi toples tersebut karena tidak dapat menembus atap yang ada.
Singkat cerita kutu-kutu tersebut berkembang biak dan menghasilkan keturunan berikutnya. Anak-anak kutu yang baru saja lahir, percaya bahwa mereka hanya dapat melompat setinggi toples tersebut, karena mereka percaya bahwa lingkungan mereka membatasi lompatan kutu tersebut.
Analogi kutu itu akan sangat mirip dengan kehidupan manusia. Ibarat kutu-kutu yang masuk terlebih dahulu ke dalam toples adalah orang tua kita, dan tutup toples merupakan lingkungan yang membatasi kemampuan kita. Maka banyak dari kita yang hanya memimpikan sesuatu sesuai dengan kemampuan orang-orang disekitar.
Kita semua percaya akan keajaiban, usaha merupakan seberapa keras kita dalam menggapai mimpi. Namun ada tentu ada faktor x yang membantu kita menggapai mimpi. Apabila dikaitkan dengan analogi kutu tersebut, saat atap (tutup toples) itu dilepas adalah saat keajaiban datang.
Maka sudah sepantasnya kutu tersebut dapat melompat keluar dari toples karena memang faktanya kutu memiliki kemampuan. Sama dengan manusia, tidak ada yang dapat membatasi kemampuan kita. Namun hanya dengan menunggu keajaiban saja kita tidak akan dapat berhasil. Ada usaha yang harus dilakukan, keberanian untuk take action, dan yang terakhir adalah kepercayaan terhadap diri kita sendiri dan terhadap keajaiban tersebut.
Percayalah bahwa tidak ada yang mustahil, kita semua diciptakan dengan satu hal yang sama. Tidak dapat dikurangi atau ditambah walaupun kita terlahir di keluarga kaya maupun sebaliknya. Politisi, selebritis, petani, sopir, dan lainnya memiliki jumlah waktu yang setara, yaitu 24 jam.
Semuanya kembali kepada diri kita sendiri, maukah kita dibatasi dengan lingkungan. Padahal mereka yang membatasi kita memiliki jumlah waktu yang sama dalam sehari?. Maukah kita diatur untuk hanya memimpikan apa yang sewajarnya. Padahal kita mampu untuk melampauinya?.
Mimpi adalah khayalan, apabila kita tidak memiliki usaha untuk membuktikan dan manfaatkan waktu 24 jam sebaik mungkin. Maka mimpi-mimpi yang ada di bahu kita bukanlah suatu angan-angan yang mustahil lagi.
Percayalah bahwa suatu saat hal tersebut akan terealisasi. Saya pun juga memiliki banyak mimpi yang besar, walaupun jutaan orang berkata “tidak mungkin”. Saya akan membuktikan bahwa mimpi-mimpi besar saya akan terwujud, menjadi kenyataan.